Demokrasi Pancasila VS Demokrasi UUD 1945
“Demokrasi dalam Pancasila dan Demokrasi Dalam UUD 1945
(Analisis Terhadap Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 Tahun 1945)”
Diserahkan Kepada :
Dr. Chontina Siahaan, SH., M.Si
Disusun Oleh :
Okta Prayoga Putra Garang
(1671650019)
Diselesaikan pada:
Senin, 31 Oktober 2016,
Universitas Kristen Indonesia,
Cawang, Jakarta Timur
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIPOL)
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
(UKI)
“DEMOKRASI
DALAM PANCASILA DAN DEMOKRASI DALAM UUD 1945”
(Analisis Terhadap Pasal 2 Ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 Tahun 1945)
A. Latar
Belakang
Dilihat dari
konteks politik hukum, hukum adalah alat yang bekerja dalam sistem hukum
tertentu untuk mencapai tujuan Negara atau cita-cita masyarakat Indonesia. (Dikutip dari: Moh. Mahfud
MD. 2006. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Pustaka
LP3ES Indonesia. Jakarta. Hal. 17.)
Tujuan
Negara Indonesia secara definitif tertuang dalam alinea ke empat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
1. Melindungi
segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan
kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan
kehidupan bangsa;
4. Ikut
melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Tujuan
negara tersebut harus diraih oleh negara sebagai organisasi tertinggi
bangsa Indonesia yang penyelenggaraanya didasarkan pada lima dasar negara
(Pancasila) yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Dikutip dari:Loc. Cit)
Hukum
diperlukan bagi proses perubahan termasuk proses perubahan yang cepat yang
biasanya diharapkan oleh masyarakat yang sedang membangun, apabila perubahan
itu hendak dilakukan dengan teratur dan tertib.
Menurut
teori konstitusi, konstitusi merupakan “the supreme of law of the land”,
maka dari itu UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi yang
berlaku di Negara Indonesia, konsekuensinya peraturan perundang-undangan di
bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Tetapi di
atas UUD 1945 masih terdapat norma yang harus dijadikan dasar dari segala
pembentukan norma hukum yang ada di Indonesia, termasuk harus menjadi dasar
dari pembentukan UUD 1945. Norma tersebut adalah Pancasila. Pancasila harus
menjadi dasar pembentukan norma hukum yang ada di Indonesia karena Pancasila
merupakan dasar negara, yaitu pondasi yang dibuat untuk mendirikan negara
Indonesia. Selain itu Pancasila merupakan philosopische grondslaag berdirinya
negara Indonesia.
UUD 1945
sebagai Konstitusi haruslah mengandung nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan
tidak boleh bertentangan dengan nila-nilai dala Pancasila. Demokrasi menurut
pancasila berdasarkan nilai yang terkandung dalam Sila ke-4 adalah demokrasi
yang berkedaulatan rakyat dan pengambilan keputusan yag mengutamakan musyawarah
mufakat. Namun dalam Pasal 2 Ayat (3) UUD 1945 berbunyi bahwa “Segala
putusan Majelis Pemusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak”.
B. Pembahasan
Dalam
penjelasan UUD 1945 dikatakan dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan Indonesia
ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat), Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas)\
Untuk
membahas mengenai keseuaian
norma-norma hukum, maka sebelumnya harus dibahas mengenai sumber hukum tata
negara dan tata urutan norma hukum di Indonesia. Mengenai pengertian sumber hukum, menurut Usep Ranawijaya perkataan
sumber hukum mempunyai dua arti (Sebagai mana seperti yang dikutip
dari: Usep
Ranawijaya. 1989. Hukum Tata
Negara Indonesia: Dasar-Dasarnya. Ghalia Indonesia. Jakarta. hal. 21-22.) yaitu adalah:
Pertama, sumber sebagai penyebab adanya hukum (welborn), yakni keyakinan
hukum dari orang-orang yang melakukan peranan menentukan tentang apa yang harus
menjadi hukum di dalam negara.
Kedua , sumber hukum dalam arti bentuk-bentuk perumusan dari kaidah-kaidah hukum
tata negara (kenborn) yang terdapat di dalam masyarakat yang selanjutnya
menjadi hukum.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengelompokan
sumber hukum ke dalam:
1.
Pertama, sumber hukum dalam arti formal, yakni sumber hukum yang dikenal dari
bentuknya. adapun yang menjadi sumber hukum formal (Dikutip
dari: Ibid. hal. 45-47)
yaitu adalah:
A.
Peraturan Perundang-undangan
(statute);
B.
Kebiasaan (custom);
C.
Keputusan
hakim (yurisprudensi);
D.
Traktat (treaty);
dan
E.
Pendapat
ahli hukum (doctrine)
2.
Kedua, sumber hukum dalam arti
materiil, yakni sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Pendapat lain yang menyangkut mengenai
pengertian sumber hukum adalah menurut Juniarto. Menurut Juniarto, dalam
istilah sumber hukum digunakan tiga istilah yang berbeda satu dengan lainnya,
tetapi walaupun berbeda antara pengertian yang satu dengan yang lainnya
mempunyai hubungan yang sangat erat. Ketiga pengertian sumber hukum tersebut (Seperti
yang dikutip dari: Sumbodo
Tikok. 1988. Hukum Tata Negara.
PT Eresco. Bandung.. hal. 52.) yaitu adalah:
A.
Sumber hukum
dalam pengertian sebagai asalnya hukum positif.
B.
Sumber hukum
dalam pengertian sebagai bentuk-bentuk hukum yang sekaligus merupakan tempat
ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positifnya.
C.
Sumber hukum
dalam pengertian sebagai hal-hal yang seharusnya menjadi isi hukum positif.
Dalam berbagai literatur yang membahas mengenai
sumber Hukum Tata Negara, membedakan pengertian sumber hukum menjadi sumber
hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti material adalah sumber
hukum yang menentukan isi hukum. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini yaitu
hal-hal yang seharusnya dijadikan oleh pihak yang berwenang menentukan isi
hukum. Hal-hal tersebut diantaranya faktor filosofis, faktor historis, faktor
sosiologis dan lain-lain. Inti dari segala faktor-faktor tersebut adalah staatsfundamentalnorm yang
dalam negara Indonesia adalah Pancasila. - (Dikutip dari: Abu Daud Busroh. 1985. Asas-Asas
Hukum Tata Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta. hal. 39)
Sumber hukum dalam arti formal adalah
sumber hukum yang telah dirumuskan sesuatu bentuk, yang menyebabkan ia berlaku
umum, mengikat dan ditaati.
Sumber Hukum Tata Negara formal berdasarkan
Pasal 7 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan adalah:
1) UUD 1945
2) Undang-Undang/PERPU
3) Peraturan
Pemerintah
4) Peraturan
Presiden
5) Peraturan
Daerah
Norma-norma hukum yang dimaksud di atas tersusun
dalam suatu susunan yang bertingkat. Hans Kelsen mengemukakan gagasannya
mengenai tingkatan susunan norma dengan Teori Stufenbau (Stufenbau
des rechts theorie). Menurut beliau:
Setiap tata kaidah hukum merupakan suatu susunan
daripada kaidah-kaidah (stufenbau des rechs)…di puncak stufenbau terdapat
suatu kaidah dasar dari suatu tata hukum nasional yang merupakan kaidah
fundamental. Kaidah dasar tersebut disebut grundnorm atau ursprungnorm. Grundnorm merupakan
asas-asas hukum yang bersifat abstrak, umum hipotesis, kemudian bergerak
ke generallenorm (kaidah umum), yang selanjutnya dipositifkan
menjadi norma nyata (concrettenorm). (Dikutip dari: A. Hamid S. Attamimi. 1990. Peranan
Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara; Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi
Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV. Disertasi. Fakultas
Pascasarjan Universitas Indonesia. Jakarta. hal. 287)
Dari uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa
norma-norma hukum yang dimaksud berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam
suatu hierarki tata susunan norma. Berlakunya suatu norma yang lebih rendah,
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi begitu seterusnya sampai
kepada suatu norma dasar (grundnorm). – (Dikutip dari: Loc. Cit.)
Teori Hans Kelsen tersebut kemudian
dikembangkan oleh muridnya Hans Nawiasky dalam teori yang disebutdie Lehre
vom dem Stufenbau der Rechtsordnung atau die Stufenordnung der
Rechtsnormen, dalam teori ini, norma-norma hukum dalam negara
berjenjang-jenjang sebagai berikut:
A. Staatsfundamentalnorm (norma
fundamental negara)
B. Staatsgrundgesetz (aturan-aturan
dasar negara atau aturan pokok negara)
C. Formellegesetz (Undang-Undang
dalam pengertian formal)
D. Verordnung dan autonomi
satzung (Peraturan Pelaksanaan dan serta Peraturan Otonom).
Menurut beliau, sisi staatsfundamentalnorm adalah norma
yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu
negara (staatsverfasung), termasuk norma pengubahannya. Hakikat hukum
suatustaasfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya konstitusi
atau Undang-Undang Dasar. Di bawah norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm)
teradapat aturan pokok negara (staatsgrundgesetz), yang biasanya
dituangkan ke dalam batang tubuh suatu Undang-Undang Dasar. Di bawah staatsgrundgesetz terdapat
norma yang lebih konkret yaitu undang-undang formal (formellegesetz),
sedangkan norma yang berada di bawah formellgesetzadalah verordnung dan autonomi
satzung (Peraturan Pelaksanaan dan serta Peraturan Otonomi). – (Dikutip dari: Ibid. hal.
287-288.)
Merujuk pada
desain teori hierarki perundang-undangan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan
Hans Nawiasky, A. Hamid S. Atamimi membuat desain tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia sebagai berikut:
[Bagian Piramida Tata Susunan Norma]
Dari uraian
di atas dapat kita lihat bahwa Pancasila merupakan konstitutive rechtsidee dan regulative
rechtsidee. Dengan kedudukan Pancasila yang demikian maka UUD 1945 tidak
boleh bertentangan dengan Pancasila. Demokrasi menurut pancasila berdasarkan
nilai yang terkandung dalam Sila ke-4 adalah demokrasi yang berkedaulatan
rakyat dan pengambilan keputusan yag mengutamakan musyawarah mufakat. Namun
dalam Pasal 2 Ayat (3) UUD 1945 berbunyi bahwa “Segala putusan Majelis
Pemusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak”. Di sini terlihat
bahwa Pasal 2 Ayat (3) UUD 1945 bertentangan dengan nilai yag terkandung dalam
sila ke-4 dalam Pancasila.
C. Kesimpulan
Dalam
kehidupan sehari-hari, pengamalan sila ke empat Pancasila terkadang tidak
sesuai dengan makna yang terkandung dalam sila tersebut. Hal ini akan
berakibat pada berubahnya sikap masyarakat Indonesia. Jika masyarakat
Indonesia bersikap tidak sesuai dengan nilai dan norma Pancasila, maka bisa
dikatakan bangsa tersebut kehilangan jati diri bangsanya. Jika suatu bangsa
kehilangan jati diri, mudah bangsa lain untuk menjajah bangsa Indonesia.
Indonesia
adalah Negara yang memiliki dasar Negara yaitu pancasila, suatu lima dasar
landasan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia sejak dulu. Akan tetapi tak
banyak dari kita terutama sistem negara ini sendiri yang mengamalkan pancasila
dengan baik,
Demokrasi
Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat
bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Perkembangan pelaksaan demokrasi di Indonesia mengalami beberapa perubahan yang
berujung pada berlakunya kembali demokrasi pancasila seperti yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan
Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur
hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Berdasarkan
pembahasan dan hasil dari analisis, maka dapat saya simpulkan bahwa ketentuan
dalam Pasal 2 Ayat (3) UUD 1945 bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam
sila ke-4 Pancasila.
Berdasarkan
teori hierarki tata urutan norma hukum, maka seharusnya UUD 1945 tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila. Agar UUD 1945 tidak bertentangan dengan
Pancasila maka Pasal 2 Ayat (3) UUD 1945 sudah selayaknya dirubah.
D. Saran
1. Penentuan pancasila yang berlaku pada
demokrasi kita adalah sebuah riset sejarah yang cukup panjang kita tentukan,
maka dari itu alangkah baiknya kita menghormati para founding father kita yang
telah merumuskannya dengan menghayati, meresapi, dan melaksakan amanat tersebut
2. Pancasila telah didesain agar berlaku
untuk seluruh lapisan masayarakat mana pun maka dari itu tetap menjaga
keberlangsungan demokrasi yang berazaskan pancasila dari rongrongan beberapa
kelompok yang berusaha merubahnya menjadi demokrasi lain.
E. Daftar Pustaka
1.
Attamimi, A. Hamid S. 1990. Peranan Keputusan
Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu
Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan dalam
Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV. Disertasi. Fakultas Pascasarjan Universitas
Indonesia. Jakarta.
2.
Busroh, Abu Daud. 1985. Asas-Asas Hukum Tata
Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta.
3.
MD, Moh. Mahfud. 2006. Membangun Politik Hukum
Menegakkan Konstitusi. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.
4.
Ranawijaya, Usep. 1989. Hukum Tata Negara Indonesia:
Dasar-Dasarnya. Ghalia Indonesia. Jakarta.
5.
Tikok, Sumbodo. 1988. Hukum Tata Negara.
PT Eresco. Bandung.
.
Komentar